Sejarah Desa Aliyan

Sebuah desa dengan derap kebangkitan seni dan kesenian yang tak diragukan lagi. Sebuah tradisi lama yang dikemas dengan nuansa baru, demi melestarikannya di era global.

Aliyan adalah sebuah desa tua yang terus berupaya mempertahankan tradisi dan budayanya.

Desa di sudut barat daya Kecamatan Rogojampi itu sangat beruntung memiliki peninggalan catatan-catatan lama dan jejak-jejak sejarah di wilayahnya.

Dalam eksplorasi sederhana yang kami lakukan di desa tersebut, ditemukan beberapa bata kuno, batu berlubang, dan makam sesepuh desa yang menjadi bukti kekunoan desa tersebut.

Penduduk yang Dipindahkan

Aliyan atau Alihan bermakna Pindahan atau Berpindah dari satu tempat ke tempat lain. Dalam hal ini yang dimaksud perpindahan adalah perpindahan penduduk yang pernah dilakukan penduduk desa Aliyan.

Babad Tawangalun menyebutkan bahwa Pangeran Tawangalun lebih memilih ngalah kepada adiknya dan kemudian membuka pemukiman baru di Hutan Bayu bersama 40 orang pengikutnya.

Setelah itu Pangeran Tawangalun bertapa di ‘pangabekten’ di kaki Gunung Raung. Kemudian, pindah lagi ke Macanputih dan dia mendirikan kota baru di sana.

Penduduk dari Kuthadawung (di Paleran, Kecamatan Umbulsari, Jember) banyak yang ikut pindah ke Macanputih. Semakin lama semakin banyak penduduk yang ikut pindah hingga mencapai lebih dari 2.000 jiwa.

Demikianlah mereka membangun desa-desa baru. Beberapa diberi nama yang sama dengan nama kota mereka yang lama, Dawung. Maka muncullah Kedhawung Sraten, Kedhawung Aliyan, dan Kedhawung Pondoknongko, Kedhawung Licin, dan yang lainnya.

Selain itu, muncul pula desa-desa tua seperti Sratian (Sraten), Alihan (Aliyan), dan sebagainya. Itu semua terjadi antara tahun 1655-1665.

Kedhawung Aliyan

Siapa yang memimpin pembabatan hutan di Kedhawung Alihan?, tidak ada catatan tentang itu. Namun kita bisa mengacu kepada cerita rakyat tentang tokoh bernama Ki Wiradigdaya.

Tokoh ini diperkirakan hidup pada era Kangjeng Susuhunan Prabu Tawangalun. Jika dilihat dari namanya, Ki Wiradigdaya mirip dengan Senapati Widigdaya, nama lain dari Menak Luput, dalam Suluk Balumbung.

Artinya, Ki Wiradigdaya kemungkinan adalah cucu dari Senapati Widigdaya dan sepupu dari Susuhunan Prabu Tawangalun sendiri.

Temuan Bata Bang di Aliyan (2018)

Kulikalian dalam ANRI No. 7

Jika dilihat dalam buku Perebutan Hegemoni Blambangan yang mengutip catatan ANRI Arsip Daerah Residensi Banyuwangi no.7, di Kemantren Ragajampi terdapat sebuah desa bernama ‘Kulikalian’.

Kata ‘kulik’ dalam ‘kulikalian’ secara toponimi mirip dengan kata ‘kulih’ yang dalam Kamus Bahasa Using Hasan Ali berarti “kembali seperti semula”.

Kata kulih tersebut menunjukkan bahwa di Aliyan pernah terjadi peristiwa yang menyebabkan kerusakan besar dan kemudian dibangun kembali sehingga pulih atau kembali seperti sedia kala. Kejadian apakah itu?

Karena catatan kompeni tersebut dibuat pada masa kekuasaan Residen Lodewijk Uittermoole dan Gezaghebber Surabaya, R. Fl. Van der Niepoort (1772-1784) atau pada era kekuasaan Mas Alit.

Penduduk Aliyan dan Perang Bayu 1771

Peristiwa itu bisa kita simak dalam Babad Bayu yang memuat daftar kepala desa yang terlibat dalam Perang Bayu tahun 1771-1773. Di sana terdapat nama Kepala Desa Alihan saat itu, yaitu Ki Kidang Garingsing.

Jadi dapat disimpulkan bahwa Ki Kidang Garingsing hidup pada jaman Agung Wilis hingga Rempeg Jagapati (1705-1774). Dia kemungkinan adalah cucu dari pembabat desa Alihan, Ki Wiradigdaya.

Berdasarkan data dan catatan tersebut, dapat dipastikan bahwa penduduk Alihan juga terlibat dalam Perang Bayu untuk mempertahankan kemerdekaan Balambangan dari serbuan tentara VOC-Belanda.

Heroisme dan kegigihan rakyat Alihan melawan penjajah itulah menyebabkan penduduknya ikut dibantai oleh Belanda dan desanya termasuk yang dibumihanguskan oleh penjajah.

Aliyan Berbenah

Lalu siapa yang membangkitkan kembali Alihan pasca pembumihangusan dalam Perang Bayu hingga menjadi seperti sediakala? Tidak ada kepastian.

Namun, dalam Suluk Balumbung disebutkan bahwa beberapa trah Bhumi Wongso, yakni abdi dalem Keraton Lateng yang selamat dari perang di Nusabarong tahun 1777 dan kemudian kembali ke desa mereka.

Diantara mereka memakai nama ‘Wangsa’ pada namanya. Seperti Wangsataruna, Wangsakarya, Wangsamranggi, Wangsanyarawedi, Wangsagardji, Wangsangapus, Wangsargending, Wangsakenanga, dan sebagainya.

Apakah Buyut Wangsakenanga yang dapat kita temukan makamnya kini berada di desa Aliyan, adalah orang yang sama dengan Ki Wangsakenanga, salah satu dari trah Bhumi Wangsa? Bisa jadi.

Dugaan Penulis, Buyut Wangsakenanga atau Ki Wangsakenanga adalah orang yang membangkitkan kembali desa Alihan.

Karena saat dilakukan pendataan jumlah penduduk pada masa Residen Lodewijk Uittermoole, Desa Alihan telah berbenah dan telah seperti sediakala.

Batu Lumpang dari Aliyan (Foto 2018)

Kesimpulan

Dari tulisan singkat ini, kita dapat mengambil kesimpulan bahwa nama Aliyan berasal dari kata Alihan yang telah berdiri pada era Kangjeng Susuhunan Tawangalun (1655-1691) yang bermakna ‘Pindah’ atau ‘Dipindahkan’. Yakni pindah dari Kutharaja lama ke Kutharaja baru yang dipimpin Ki Wiradigdaya.

Pada perang Bayu tahun 1771-1774, desa Alihan yang dipimpin oleh Ki Kidang Garingsing juga turut berjuang bersama Mas Rempeg Jagapati, sehingga Aliyan termasuk desa yang dibumihanguskan oleh VOC-Belanda.

Setelah perang berakhir, Desa Alihan dibangun kembali oleh Ki Wangsakenanga atau Buyut Wangsakenanga sehingga saat Residen Lodewijk Uittermoole mengadakan pendataan jumlah penduduk tahun 1774-1784, maka Alihan sudah ‘Kembali seperti sediakala’ dan dicatat dengan sebutan Desa Kulihalian atau Kulikalian.

Desa Aliyan sudah berdiri sekitar 119 tahun sebelum lahirnya Kota Banyuwangi pada tahun 1774. Umur Desa Aliyan sama dengan Kutharaja Macanputih yang didirikan antara tahun 1655-1661.

Pendiri desa Aliyan bisa saja seperti dalam cerita rakyat, yakni Ki Wiradigdaya yang seorang pendatang dari barat. Sedangkan pendiri desa Kulihalian (Kulikalian) bisa jadi adalah Buyut Wangsakenanga (Ki Wangsakenanga) dari Trah Bhumi Wangsa, abdi dalem Keraton Lateng.


Ditulis di Keradenan, 6 September 2018, Disampaikan dalam sarasehan sejarah “Ngalih ring Alihan”, di Kantor Desa Aliyan, 8 September 2018.

Bahan Bacaan: Perebutan Hegemoni Blambangan, Suluh Blambangan, Babad Blambangan, Babad Tawangalun, ANRI no.7, dll.

0 Shares:
3 comments
Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

You May Also Like
Selanjutnya

Asal Usul Nama Jaka Tingkir

DAFTAR ISI Hide Anak-Anak Adipati AndayaningratMenolak Sowan ke DemakKelahiran Mas KarebetKedatangan Sunan KudusDari Pengging ke PajangNasihat Sunan KalijagaMengabdi…