BRAWIJAYA = KETURUNAN RADEN WIJAYA, “Sebuah Cocokologi yang Sudah Usang”

Oleh : Heri Purwanto

Pendahuluan

Brawijaya adalah nama gelar raja Majapahit yang melegenda, tertulis dalam berbagai naskah sastra Jawa Baru.

Misalnya, Babad Tanah Jawi menyebut raja Majapahit yang bergelar Prabu Brawijaya hanya satu, yaitu raja yang terakhir saja. Sementara itu, Sĕrat Pustaka Raja Wasana menyebut raja Majapahit yang bergelar Prabu Brawijaya ada lima. Lain lagi dengan Sĕrat Babad Majapahit menyebut raja Majapahit yang bergelar Prabu Brawijaya ada tujuh.

Sering saya mendengar pendapat yang menyebut bahwa BRAWIJAYA berasal dari kata:

  • BRA yang bermakna “keturunan”.
  • WIJAYA yang bermakna “Raden Wijaya”.

Jadi, pendapat tersebut memaknai Brawijaya adalah “keturunan Raden Wijaya”.

Namun, perlu saya sampaikan bahwa pendapat di atas hanyalah cocokologi belaka. Alasan saya ialah:

  • 1) Tidak ada kamus bahasa Jawa yang menyebut kata BRA bermakna “keturunan”.
  • 2) Tidak ada tokoh bernama Raden Wijaya dalam Babad Tanah Jawi, Sĕrat Pustaka Raja Wasana, Sĕrat Babad Majapahit, dan naskah-naskah sejenis lainnya.

Daftar Raja Majapahit versi Babad Tanah Jawi

Menurut sastra Jawa Baru, pendiri Kerajaan Majapahit bernama Raden Sĕsuruh, bukan Raden Wijaya.

Berikut ialah daftar para raja Majapahit menurut Babad Tanah Jawi:

  • 1) Prabu Sĕsuruh
  • 2) Prabu Anom Loring Pasar
  • 3) Prabu Adaningkung
  • 4) Prabu Hayam Wuruk
  • 5) Prabu Lĕmbu Amisani
  • 6) Prabu Bratañjung
  • 7) Prabu Brawijaya (Raden Alit)

Daftar Raja Majapahit versi Sĕrat Pustaka Raja Wasana

Silsilah versi Sĕrat Pustaka Raja Wasana

Sekarang mari bandingkan dengan daftar para raja Majapahit versi Sĕrat Pustaka Raja Wasana:

  • 1) Prabu Bratana (Raden Sĕsuruh)
  • 2) Prabu Brakumara (Raden Anom)
  • 3) Prabu Brawijaya I (Adaningkung)
  • 4) Ratu Ayu (Dewi Subasiti)
  • 5) Prabu Brakusuma (Damar Wulan)
  • 6) Prabu Brawijaya II (Hayam Wuruk)
  • 7) Prabu Brawijaya III (Lĕmbu Amisani)
  • 8) Prabu Brawijaya IV (Bratañjung)
  • 9) Prabu Brawijaya V (Raden Alit)

Daftar Raja Majapahit versi Sĕrat Babad Majapahit

Lain lagi dengan versi Sĕrat Babad Majapahit yang menyebut Prabu Brawijaya ada tujuh:

  • 1) Prabu Brawijaya I (Raden Sĕsuruh)
  • 2) Prabu Brawijaya II (Brakumara)
  • 3) Prabu Brawijaya III (Adaningkung)
  • 4) Sri Kĕñcanawungu (Dyah Ratu Wuku)
  • 5) Prabu Brawijaya IV (Damar Wulan)
  • 6) Prabu Brawijaya V (Lĕmbu Amisani)
  • 7) Prabu Brawijaya VI (Bratañjung)
  • 8) Prabu Brawijaya VII (Raden Alit)

Siapa Raden Sesuruh?

Nah, dari tiga daftar di atas sama sekali tidak ditemukan nama Raden Wijaya sebagai pendiri Kerajaan Majapahit, yang ada ialah Raden Sĕsuruh. Apakah Raden Sĕsuruh sama dengan Raden Wijaya? Jawabnya : tidak.

Raden Sĕsuruh dalam sastra Jawa Baru adalah putra Prabu Sri Pamĕkas (raja Pajajaran) yang melarikan diri ke timur karena dikalahkan Siyung Wanara. Selain itu, Siyung Wanara juga mengalahkan kakak Raden Sĕsuruh yang bernama Arya Bangah (raja Galuh). Arya Bangah lalu bergabung dengan Raden Sĕsuruh menggempur Siyung Wanara. Setelah itu, Raden Sĕsuruh mendirikan Kerajaan Majapahit, sedangkan Arya Bangah diberi gelar Arya Panular.

Kisah di atas merupakan karangan pujangga Keraton Mataram (Jawa Baru), sedangkan menurut naskah Nāgarakṛtāgama (Jawa Kuno) Kerajaan Majapahit didirikan oleh Dyah Wijaya. Tokoh ini dalam Pararaton (Jawa Pertengahan) disebut dengan nama Raden Wijaya. Versi ini tentu saja lebih valid, karena didukung oleh prasasti Kudadu tahun 1294 yang menyebut pendiri Kerajaan Majapahit bernama Narārya Sanggrāmawijaya.

Siapa Dyah Wijaya?

Peta wilayah kekuasaan Majapahit (sumber: Wikipedia)

Kisah hidup Dyah Wijaya juga berbeda jauh dengan Raden Sĕsuruh. Dyah Wijaya adalah putra Dyah Lĕmbu Tal dari Kerajaan Singhasāri. Pada 1292 Kerajaan Singhasāri runtuh akibat serangan Śrī Jayakatwang raja Glang-Glang.

Dyah Wijaya berhasil meloloskan diri ke Madhura, sedangkan Śrī Jayakatwang membangun kembali Kerajaan Kaḍiri sebagai pusat pemerintahannya.

Pada 1293 Dyah Wijaya bekerja sama dengan tentara Dinasti Yuan yang dikirim Khubilai Khan (pemimpin Mongol yang menguasai Tiongkok) menggempur Kaḍiri. Setelah Śrī Jayakatwang berhasil dikalahkan, Dyah Wijaya berbalik mengusir tentara Dinasti Yuan dan mendirikan Kerajaan Majapahit.

Sejarah berdirinya Majapahit tersebut tidak diketahui oleh pujangga Mataram (karena sudah berselang sekitar 400 tahun), sehingga mereka mengarang cerita baru, bahwa pendiri Majapahit bernama Raden Sĕsuruh yang bekerja sama dengan kakaknya, yaitu Arya Bangah.

Tokoh Raden Sĕsuruh sesungguhnya meminjam cerita Sunda bernama Jaka Susuru, yaitu putra Prabu Siliwangi (raja Pajajaran) yang mendirikan Kerajaan Tañjung Singuru di Cianjur.

Sementara itu, Arya Bangah yang bermusuhan dengan Siyung Wanara juga berasal dari legenda Sunda, yaitu Rahyang Banga melawan Ciung Wanara. Jadi, menurut cerita aslinya, Rahyang Banga tidak ada hubungan dengan Jaka Susuru, namun oleh pujangga Mataram, mereka disatukan menjadi saudara, yaitu Arya Bangah dan Raden Sĕsuruh.

Candi Brahu (doc. ajisangkala.id)

Kesimpulan

Jadi, pendapat yang menyebut bahwa Prabu Brawijaya I, II, III, IV, dan V adalah “keturunan Raden Wijaya” jelas tidak benar, karena mereka adalah “keturunan Raden Sĕsuruh”. Lagipula, nama Brawijaya hanya ada di sastra Jawa Baru, yaitu Babad Tanah Jawi dan keturunannya.

Bagaimana dengan sastra Jawa Kuno dan prasasti, apakah ada tokoh bernama Brawijaya? Jawabnya: tidak ada.

Bagaimana dengan sastra Jawa Pertengahan, apakah ada tokoh bernama Brawijaya? Jawabnya: ada, tapi ditulis Bhrā Wijaya. Misalnya, dalam Kidung Pañji Wijayakrama (pupuh I, bait 45) saya temukan kalimat:

“apahido sira, bhrā wijaya angucap, ah kadi pira kakāji, yen sira moktah, ndyawan eng musuh prāpti.”

Kidung Pañji Wijayakrama (pupuh I, bait 45)

Kalimat di atas mengisahkan Raden Wijaya berduka atas kematian Śrī Kṛtanagara. Jadi, Bhrā Wijaya dalam Kidung Pañji Wijayakrama adalah sebutan untuk Raden Wijaya, bukan sebutan untuk keturunannya.

Kata BHRĀ dalam kamus Jawa Kuno bermakna “berkilau”, yaitu sebutan untuk orang yang dimuliakan. Jadi, Bhrā Wijaya bermakna “Yang Mulia Wijaya”. Ada pula pendapat bahwa BHRĀ adalah singkatan dari BHAṬĀRA.

Misalnya, dalam Prasasti Patapan tertulis nama Bhaṭāra Hyang Wiśeṣa, sedangkan dalam Pararaton tertulis Bhrā Hyang Wiśeṣa.

Selain itu ada pula kata BHRE yang merupakan bentuk sandhi dari BHRĀ I (yang mulia di). Ada pula pendapat bahwa BHRE adalah singkatan dari BHAṬĀRE (bhaṭāra i). Misalnya, dalam Prasasti Jiyu III tertulis Bhaṭāre Kĕling, sedangkan dalam Pararaton tertulis Bhre Kĕling.

Nuwun.

NB : Buat yang masih bingung, perlu saya ulangi bahwa Kerajaan Majapahit ada dua.
1) Majapahit versi naskah Jawa Kuno dan Jawa Pertengahan yang didirikan oleh Raden Wijaya.
2) Majapahit versi naskah Jawa Baru yang didirikan oleh Raden Sĕsuruh.

Bahan Bacaan:

  • Babad Tanah Jawi
  • Sĕrat Pustaka Raja Wasana
  • Sĕrat Babad Majapahit
  • Kidung Pañji Wijayakrama
  • Prasasti Patapan
  • Prasasti Jiyu III
  • Prasasti Kudadu
  • Nāgarakṛtāgama
  • Pararaton
0 Shares:
Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

You May Also Like