By. Aji Ramawidi
PEMBUKA
Dalam cerita tentang perjalanan Airlangga dan Narotama dari Bali ke Jawa tidak dikisahkan adanya perjalanan menggunakan perahu yang menunjukkan mereka menyeberangi laut.
Namun dalam perjalanan Dhang Hyang Nirartha dari Jawa ke Bali, sudah ada kisah penyeberangan itu.
Hal ini oleh sebagian kalangan dijadikan argument bahwa antara dua peristiwa itu terjadi perubahan geografis-geologis di antara Jawa-Bali.
Dalam tutur masyarakat, kita mengenal sosok Sidimantra yang untuk mencegah putranya Manik Angkeran kembali ke Jawa, kemudian dia menggoreskan tongkatnya ke tanah sehingga membelah Jawa-Bali.
Lautan sempit yang konon dibuat oleh Sidimantra itu kini disebut sebagai Selat Bali.
Namun siapa sangka, jika lautan sempit itu dalam semua peta yang dibuat sebelum VOC-Belanda berhasil menaklukkan Kerajaan Balambangan sekitar tahun 1767-1777, masih disebut dengan nama Selat Balambangan?
Selat Balambangan kini sudah tidak kita kenali lagi karena mereka telah menghapusnya dan digantikan dengan nama Selat Bali. Padahal, selat Bali sesungguhnya adalah lautan sempit yang berada di sebelah timur Pulau Bali, bukan yang di sebelah baratnya.
PERJALANAN BUJANGGA MANIK
J. Noorduyn mengatakan bahwa tokoh Bujangga Manik, Pangeran Sunda yang pada sekitar tahun 1510-1513 pernah berkunjung dan tinggal setahun di Balambangan.
Sang Pangeran pernah melintasi selat ini saat akan menuju ke Bali. Dikatakan dalam Naskah Bujangga Manik:
“Sadiri aing ti inya, leumpang aing ka lautkeun, sugan aya nu balayar, aing dek numpang ka Bali.”
(Naskah Bujangga Manik)
Menurut J. Noorduyn, pelabuhan yang dimaksud ini adalah pelabuhan Balambangan. Bisa Banyualit atau Ulu Pangpang. Sehingga dengan demikian, lautan yang diseberanginya adalah Selat Balambangan.
KAMUS BESAR GEOGRAFI
Munawir, founder Komunitas Banjoewangi Tempo Doeloe pernah mengutip sebuah buku berjudul: ‘Le Grand Dictionnaire Geographique’ [Kamus Besar Geografi] yang diterbitkan di Paris pada tahun 1768, tahun yang sama dengan saat Pangeran Agung Wilis ditaklukkan oleh VOC-Belanda.
Dalam kamus tersebut masih disebutkan eksistensi “Le Detroit De BALAMBUAN” atau Selat Balambangan.
Ada beberapa cara orang Eropa dalam mengeja nama Balambangan, yakni:
- PALAMBUAM
Adalah nama sebuah negeri. Ada perbedaan cara tulis dan pengucapan. Sebagian menulis dengan huruf B menjadi; BALAMBUAN, dan sebagian lainnya menulis dengan huruf P; PALAMBUAM, PALIMBAM, dan PALEMBAM. Penggunaan B dan atau P ini dapat kita temukan secara tak beraturan paada berbagai peta.
Di buku ‘La Partie Orientale de l’isle de Java’ ditulis “PALAMBUAM & BALAMBOUANG”. Nama Balambangan juga disebut dalam buku ‘River of Asia’.
- BALAMBUAM
Sebagai nama sebuah kota (capital). Belanda mengambarkannya sebagai tempat yang berdinding pegunungan tinggi, Sangat kaya, dan kediaman para raja.
Mr. De I’Ifle menulis tentang BALAMBUAN sebagai nama kota. Disebutkan juga orang-orang BALAMBUAN baik dan sangat bersimpati.
- Le D’troit de BALAMBUAN
Menunjukkan nama sebuah selat. Berada diantara pulau Jawa dan pulau kecil Bali, Kala itu Bali juga di sebut Jawa Kecil.
PEMANDANGAN SELAT BALAMBANGAN
J.K.J. de Jonge mengatakan bahwa pemandangan selat Balambangan sangat indah. Di tepi pantainya dibangun sebuah pos oleh otoritas VOC Belanda untuk tempat rekreasi bagi tentaranya yang bertugas di Balambangan usai Perang Bayu berakhir 1771-1773.
Demikian pula William Thorn, salah satu perwira Inggris dalam bukunya Sejarah Penaklukkan Jawa menceritakan perjalanannya ke Jawa timur.
Dalam perjalanan itu akhirnya pasukan mereka melintasi Hutan Baluran di timur Panarukan yang diceritakannya begitu hening dan menakutkan, serta sesekali dihantui Auman harimau.
“Setelah melewati keheningan yang menakutkan ini, yang sesekali ditingkahi suara Auman harimau atau lolongan binatang buas lainnya, kami tiba-tiba keluar dari jalan yang gelap ini, dan mengalami sensasi yang paling menyenangkan.
“Yakni setelah terlepas dari kondisi muram selama dalam kegelapan hutan, kami menikmati kontras yang sangat menggembirakan karena sebentar lagi akan menyaksikan Selat Bali yang cantik.
“Banyuwangi yang terletak di Selat Bali… Daerah ini sangat indah, diolah dan ditanami dengan baik, dan iklimnya sehat… Di Banyuwangi,… pemandangan pantai Bali yang menakjubkan dan gunung-gunung tinggi di baliknya sangat romantis.”
Mayor William Thorn, 1815
DALAM PETA KUNO
Dalam pencarian yang dilakukan tim ajisangkala.id, ditemukan adanya sebelas buah Peta Kuno (bahkan mungkin lebih), yang menyebut eksistensi Selat Balambangan. Diantaranya adalah sebagai berikut;
- Peta anonim yang diperkirakan dari Abad XV (pertengahan tahun 1500an). Di sana tertulis nama Straet Balambuan.
- Peta karya J. Haonter tahun 1561, di sana disebut nama Strait de Balambuam.
- Peta anonim tahun 1596, di sana disebut nama Straet Balambuam.
- Peta karya Van Der Hagen tahun 1681, di sana disebut nama Straet Van Palambuan.
- Peta karya Joachim Ottens sekitar tahun 1700-1750, di sana disebut nama Detroit de Palambuan.
- Peta karya Pieter van der AA. tahun 1706, di sana disebut nama Straet Van Balambuam.
- Peta anonim sekitar tahun 1724-1726, di sana disebut nama De Straat Van Balamboang.
- Peta karya Adriaan Reeland tahun 1728, di sana disebut nama Straat Palambuam.
- Peta karya Isaak Tirion tahun 1744, di sana disebut nama Str. Balamboang.
- Peta anonim tahun 1750, di sana disebut nama Detroit de Ballanbuan.
- Peta anonim sekitar abad XVIII, di sana disebut nama De Straat Balambuam.
KEKALAHAN BALAMBANGAN
Enam bulan sesudah pendudukan VOC-Belanda atas Balambangan, tepatnya pada 29 September 1767, Pangeran Agung Wilis kembali dari Bunutin-Bali dan berlabuh di Grajagan-Balambangan.
Setelah pihak VOC-Belanda mengetahuinya, pada Januari 1768 Gubernur Johanes Vos mengirim Ekspedisi Militer ke-II ke Balambangan dengan kekuatan 1.000 orang Laskar Madura.
Mereka berhasil menewaskan 35 serdadu VOC-Belanda dan Madura dalam perang itu. Kapten Maurer dan Letnan Wipperman juga tewas di dalam benteng Banyualit.
Menurut J.K.J. De Jonge, pada 28 Mei 1768, Mas Weka berkhianat dan memberitahukan lokasi markas Pangeran Agung Wilis pada Van Rijke. Karena itu Pangeran Agung Wilis dapat ditangkap.
PENGHAPUSAN
Sebuah ungkapan dari Teori Konspirasi mengungkapkan bahwa ada tiga cara untuk melemahkan dan menaklukkan suatu bangsa. Diantaranya dengan cara Mengaburkan Sejarah dan Menghancurkan bukti-bukti sejarah.
Setidaknya teori ini sangat layak disematkan dalam Sejarah Kerajaan Balambangan dimana sejarahnya telah kabur dan bukti-buktinya telah terhapus.
Kiranya sejak kekalahan total Balambangan di tangan VOC-Belanda tahun 1767-1777 nama-nama yang berbau Balambangan mulai terhapus.
Kabupaten Balambangan menjadi Kabupaten Banyuwangi, Kota Arja Balambangan diturunkan hanya menjadi nama sebuah Desa Blambangan di Kecamatan Muncar. Sungai Balambangan menjadi Kalimoro di Muncar.
Demikian pula Wong Balambangan, berubah menjadi Wong Banyuwangian. Selat Balambangan, berubah menjadi Selat Bali.
PENUTUP
Dalam peta Belanda tahun 1811 dan 1812, Selat Balambangan sudah berganti nama Selat Bali. Dan karena peta-peta yang dibuat sesudah itu, tidak ada lagi yang memuat nama SELAT BALAMBANGAN, maka generasi masa depan tidak akan lagi mengenal nama tersebut. Selamat Tinggal Selat Balambangan.
Bahan Bacaan:
Suluh Blambangan, De Indische Gids Blambangan, Perebutan Hegemoni Blambangan, Belanda di Bumi Blambangan, Babad Blambangan, Nagari Tawon Madu, Naskah Bujangga Manik, Sejarah Penaklukkan Jawa, dll.