Gintangan, nama sebuah desa di Kecamatan Blimbingsari, Kabupaten Banyuwangi memiliki latar belakang sejarah yang cukup panjang.
Menurut cerita rakyat, Gintangan berasal dari nama ‘Gontang’ dan disebut menjadi ‘Gontangan’, yang memiliki arti Bumbung Bambu untuk wadah air. Yakni wadah air yang digunakan oleh tokoh bernama Sulung Agung.
Dalam cerita itu, Sulung Agung adalah seorang pelarian Perang Bayu yang kemudian bersembunyi dan menetap di hutan wilayah tersebut.
Saat babat alas, dia memakai bumbung bambu yang oleh masyarakat setempat disebut Gontang untuk mengambil air di sebuah sungai.
Jika cerita rakyat tersebut benar, maka Gintangan yang diyakini berasal dari kata Gontang, baru ada pasca Perang Bayu tahun 1771-1774. Padahal menurut penulis, seharusnya Gintangan sudah ada sebelum Perang Bayu.
Antara Gintungan dan Gelintingan
Menurut Kamus Bahasa Using Hasan Ali, secara topomini, nama Gintangan mirip dengan dua kata yang bermakna hampir sama.
Yang pertama, adalah kata ‘Gintungan’, yakni nama jenis pohon yang kayunya tahan air, Schleichera trijuga (Kesambi). Jenis pohon inilah yang dulu diyakini banyak terdapat di lokasi tersebut.
Yang kedua, masih menurut Kamus Bahasa Using Hasan Ali, adalah kata ‘Gelintingan’ yang berarti Tiduran (berbaring, istirahat). Maknanya bisa dua hal, yakni tiduran (berbaring, istirahat) karena rakyat sudah sejahtera sehingga bisa istirahat.
Bukti Kesejahteraan Balambangan
Sejarawan Belanda, De Graff menyatakan bahwa Jawa Timur khususnya Balambangan tidak mengalami bencana kelaparan seperti di Jawa Tengah (Mataram). Dikabarkan bahwa Balambangan dapat menjual beras dengan harga lebih mahal kepada kompeni.
Dari keterangan itu dapat disimpulkan bahwa pada masa Prabu Tawangalun II itulah Balambangan mencapai zaman kemakmuran dan rakyat bisa hidup sejahtera, makan kenyang dan tidur nyenyak. Maka dapat diperkirakan saat itulah tokoh Sulung Agung melakukan babat hutan dan mendirikan desa ini.
Siapakah Sulung Agung?
Secara bahasa, Sulung berarti yang tua atau yang pertama (anak pertama/tertua) yang bermakna pengarep (pemuka/pemimpin). Dan kata Agung tentu adalah karakternya sebagai Pemimpin Besar.
Dengan demikian, Sulung Agung tentu bukan nama asli melainkan julukan dari seorang pemimpin besar kala itu yang memerintahkan pembangunan desa di hutan tersebut (kemungkinan juga desa-desa lainnya).
Kita boleh saja menebak-nebak siapa nama asli tokoh tersebut, yang jelas keturunannya tetap menjadi pemuka desa di masa-masa selanjutnya.
Kesimpulan
Dari tulisan singkat ini, sementara kita dapat mengambil kesimpulan bahwa;
Pertama, Desa Gintangan berasal dari nama Gintungan atau Gelintingan yang kemudian menjadi Gintangan.
Hal yang sama juga terjadi pada nama desa Pagambiran menjadi Gambiran, Gagenting menjadi Genting, Mamelik menjadi Melik (di Srono), Caluring menjadi Cluring, dan sebagainya.
Kedua, Desa Gintangan diperkirakan sudah ada sejak jaman keemasan kerajaan Balambangan tahun 1655-1691.
Desa Gintangan diperkirakan telah berdiri pada tahun 1655 bersamaaan dengan dibukanya Alas Sudimara menjadi desa Macanputih, atau pada tahun 1674-1676 saat Balambangan mencapai puncak kemakmurannya.
Ketiga, Pendiri desa Gintangan adalah tokoh bergelar Sulung Agung yang tidak diketahui nama aslinya.
Spirit menyejahterakan rakyat seperti Sulung Agung itulah merupakan karakter asli masyarakat Desa Gintangan dahulu dan akan terus diwariskan kepada generasi sesudahnya hingga di masa yang akan datang.
(Tulisan ini disajikan pada Sarasehan Sejarah, Adat, dan Cagar Budaya Desa Gintangan, pada 24 Agustus 2018).
Catatan Tambahan:
Usai sarasehan tanggal 24 Agustus 2018, Desa Gintangan berusaha mengangkat tokoh pahlawan Balambangan, Pangeran Agung Wilis dengan membuat beberapa icon tentang beliau, seperti monumen penunjuk ke arah Gumuk Agung, Taman Agung Wilis, dan Patung Agung Wilis.