Bedah Buku “Dari Balambangan Menjadi Banyuwangi”

Pada hari Rabu, 12 Oktober 2022 yang lalu, di ajang Jambore Literasi Banyuwangi Bookfair 2022 turut digelar acara Bedah buku “Dari Balambangan Menjadi Banyuwangi,” karya founder Pusat Informasi Sejarah Balambangan Aji Ramawidi.

Bedah Buku ini adalah satu di antara rangkaian kegiatan bedah buku-buku lainnya sepanjang tanggal 6-15 Oktober 2022 pada acara yang digawangi oleh Komunitas Pegon dan IPNU Banyuwangi di Gedung Juang Banyuwangi.

Kabupaten Kasepuhan

Di antara poin penting dari buku ini adalah membuka tabir sejarah bahwa setelah Kerajaan Balambangan runtuh pada 31 Maret 1767, dan sebelum nama Kabupaten Banyuwangi ada, ternyata di sini lebih dahulu ada yang namanya Kabupaten Kasepuhan atau Blambangan Timur.

Kabupaten Kasepuhan/Blambangan Timur pernah memiliki enam orang Bupati, dimana Mas Alit adalah bupati ke lima.

Tulisan dari Founder Komunitas Balambangan Royal Volunteers (BRAVO) ini membeberkan fakta bahwa Mas Alit awalnya dilantik menjadi Tumenggung Wiroguno I pada 11 Pebruari 1774.

Saat itu bahkan nama Kabupaten Banyuwangi saja belum ada dan masih bernama Kabupaten Kasepuhan atau Kabupaten Blambangan Timur. Dari catatan sejarah, nama Kabupaten Banyuwangi, baru muncul ditahun 1812 di era pemerintahan Mas Sanget/Wiraguna II.

“Namun, Mas Alit memang benar sebagai bupati pertama yang berkantor di Kota Banyuwangi,” ucap Aji Ramawidi, Rabu (12/10/2022).

Untuk mendapatkannya bisa menghubungi admin ajisangkala.id melalui IG dan FB ajisangkala.id.

Fokus Buku

Mas Aji, sapaan akrab Aji Ramawidi, membeberkan bahwa Kerajaan Blambangan runtuh pada 31 Maret 1767.

Jadi terdapat lompatan sejarah selama 45 tahun dari kemunculan nama Kabupaten Banyuwangi, yakni tahun 1812.

Dari runtuhnya Kerajaan Balambangan, tahun 1767, juga masih terdapat rentang waktu 5 tahun menuju angka 18 Desember 1771, yang telah disepakati sebagai patokan Hari Jadi Banyuwangi (Harjaba).

“Dari keruntuhan kerajaan Blambangan, juga masih terdapat jeda 7 tahun dari pelantikan Mas Alit sebagai Tumenggung Wiraguna I (1774),” ungkapnya.

Dalam bukunya, pemuda pemerhati sejarah Blambangan asal Desa Kradenan, Kecamatan Purwoharjo, Banyuwangi, ini mengungkap pemerintahan yang terjadi dalam 45 tahun kekosongan sejarah Bumi Blambangan.

Yaitu masa setelah keruntuhan kerajaan Blambangan ditahun 1767 hingga nama Kabupaten Banyuwangi muncul ditahun 1812.

Para Bupati Kasepuhan

Sesuai data sejarah, pasca keruntuhan Kerajaan Balambangan, diwilayah Kabupaten Banyuwangi saat ini, Belanda membentuk Kabupaten Kasepuhan atau Kabupaten Blambangan Timur.

Bupati pertama yang diangkat oleh penjajah adalah Bagus Anom Kalungkung (Mas Aneng). Memimpin ditahun 1767-1768, dengan ibu kota pemerintahan di Kutha Ulu Pangpang.

Sebagai bupati kedua adalah Mas Bagus Sutanagara, antara tahun 1767-1771, dengan ibu kota pemerintahan di Kutha Ulu Pangpang.

Adapun bupati ketiga adalah Tumenggung Raden Mas Kartanagara (Kartawijaya), yang hanya memerintah selama beberapa bulan di tahun 1771. Bupati yang juga memerintah dari ibu kota Kutha Ulu Pangpang ini harus pulang ke Surabaya karena meletusnya Perang Bayu 1771.

Yang keempat, dijabat oleh Tumenggung Jaksanagara (Bapa Anti), 1771-1773. Di era kepemimpinannya terjadi perpindahan ibu kota pemerintahan dari Kutha Ulu Pangpang di Muncar ke Kutha Benculuk di Cluring.

Kepemimpinan Tumengung Jaksanagara sebagai Bupati Kabupaten Kasepuhan atau Kabupaten Blambangan Timur ini digantikan oleh Tumenggung Wiraguna I (Mas Alit) sebagai bupati kelima yang juga berkedudukan di Benculuk.

Adik Mas Alit yang bernama Mas Sanget/Mas Talib menjadi bupati Kabupaten Kasepuhan Blambangan Timur keenam/terakhir.

Boyongan ke Banyuwangi

Dalam Buku ‘Dari Balambangan Menjadi Banyuwangi’ ini dicetus bahwa Mas Alit adalah Bupati Kabupaten Kasepuhan atau Kabupaten Blambangan Timur yang kelima.

Pada era kepemimpinan Mas Alit, 1774-1782, terjadi perpindahan ibu kota kabupaten dari Kutha Benculuk ke Kutha Banyuwangi. Dengan kata lain, Mas Alit adalah bupati pertama yang memerintah dengan ibu kota berada di Kutha Banyuwangi.

Kabupaten Banyuwangi

Sepeninggal Mas Alit di tahun 1782, Bupati Kabupaten Kasepuhan atau Kabupaten Blambangan Timur, diisi oleh Tumenggung Wiraguna II (Mas Sanget atau Mas Talib).

Barulah di masa kepemimpinan ini nama Kabupaten Kasepuhan atau Kabupaten Blambangan Timur dirubah oleh pemerintah kolonial Inggris. Kala itu penjajahan bangsa kolonial Belanda di Banyuwangi digeser oleh Pemerintah Inggris.

Perubahan nama Kabupaten Kasepuhan atau Kabupaten Blambangan Timur menjadi Kabupaten Banyuwangi, terjadi ditahun 1812.

Tumenggung Wiraguna II memerintah hingga tahun 1818, artinya selain sebagai Bupati Kabupaten Kasepuhan Blambangan Timur terakhir, dia sekaligus menjadi Bupati Kabupaten Banyuwangi yang pertama.

Banyuwangi Bookfair 2022

Bedah buku ‘Dari Balambangan Menjadi Banyuwangi’, ini digelar di ajang Jambore Literasi Banyuwangi Book Fair 2022, pada Rabu, 12 Oktober 2022 di Gedung Juang 45 Banyuwangi, di Jalan Susuit Tubun-Pasar Banyuwangi, Kelurahan Kepatihan.

Selain buku “Dari Balambangan Menjadi Banyuwangi” juga dibedah buku-buku karya penulis lain berikut ini;

  1. “KH. Hasan Dailami Ahmad, Keteladanan Sang Pengabdi Ilmu” bersama penulisnya, Aries Susianto (7 Oktober 2022).
  2. Kumpulan Puisi “Rahim Suci Bunda Sri Tanjung” bersama Samsudin Adlawi (8 Oktober 2022).
  3. “Pelajar Bergerak, Fragmen Sejarah IPNU Banyuwangi” bersama penulisnya Ayung Notonegoro (9 Oktober 2022).
  4. Diskusi Publik, “Sri Tanjung, dari Manuskrip hingga Cerita Lisan” bersama Wiwin Indiarti dan Aekanu Hariyono (10 Oktober 2022).
  5. “Pak Penghulu, Menyingkap Persoalan Hukum Nikah” bersama penulisnya, Abdul Aziz (11 Oktober 2022).
  6. “Dari Balambangan Menjadi Banyuwangi” bersama penulisnya, Aji Ramawidi (12 Oktober 2022).
  7. Kumpulan Cerpen Using “Kembang Galengan” bersama penulisnya, Ridskiya Karimatussholiha (13 Oktober 2022).
  8. “Rembulan di Pucuk Cemara” bersama penulisnya, Sulistyowati (14 Oktober 2022), dan
  9. “Angklung, Tabung Musik Banyuwangi” bersama penulisnya, Elvin Hendratha (15 Oktober 2022).

Penutup

Mas Aji membeberkan, buku ‘Dari Balambangan Menjadi Banyuwangi’ dia tulis dengan memakan waktu setahun lebih. Mulai Maret 2021-September 2022.

Memastikan keakuratan tulisan, Mas Aji mengadopsi data dari berbagai sumber terpercaya. Diantaranya, Babad Tawang Alun, Babad Notodiningratan, Babad Wilis, Babad Sembar, Babad Mas Sepuh, dan Babad Bayu.

Termasuk sejumlah sumber dari luar Balambangan, seperti Opkomst, Babad Buleleng, Babad Mengwi dan Babad Dalem. Juga termasuk dari cerita tutur.

“Dengan buku ini kami berusaha mengajak pembaca untuk menelusuri ulang peristiwa runtuhnya kerajaan Balambangan dan bagaimana asal-mula terbentuk dan berdirinya Kabupaten Banyuwangi,” cetus Mas Aji.

0 Shares:
Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

You May Also Like