Dari Balambangan Menjadi Banyuwangi

Kabupaten Banyuwangi dengan segala dinamikanya saat ini begitu sangat mempesona baik di mata penduduknya sendiri maupun di mata publik nasional bahkan internasional.

Namun demikian, pesona itu tentu tidak bisa dilepaskan dari sejarah masa lalunya yakni Kerajaan Balambangan.

Runtuhnya Kerajaan Balambangan (1767), selalu disambung dengan berdirinya Kabupaten Banyuwangi (1774).

Demikianlah kesan di benak kita ketika meraba Sejarah Kerajaan Balambangan dan atau Sejarah terbentuknya Kabupaten Banyuwangi. Tapi rupanya dalam narasi tersebut ada sesuatu yang janggal.

Ada Jeda di Sejarah Kita

Runtuhnya Kerajaan Balambangan yang secara dejure terjadi tahun 1767 masih berjarak lima tahun dari Hari Jadi Banyuwangi (1771); atau berjarak tujuh tahun dari pelantikan Mas Alit sebagai Tumenggung Wiraguna (1774); bahkan berjarak 45 tahun dari munculnya nama Kabupaten Banyuwangi (1812).

Di sinilah ketertarikan Penulis untuk mengulas tentang peristiwa apa saja yang terjadi di seputaran tahun-tahun tersebut.

Kajian Penulis tersebut kemudian diterbitkan dalam buku berjudul “Dari Balambangan Menjadi Banyuwangi” (Sejarah Masa Transisi dari Kerajaan Balambangan menjadi Kabupaten Banyuwangi; 1760-1812).

Di antara kajian tersebut isinya mengulas tentang; Apakah Pangeran Agung Wilis adalah seorang raja?; Bagaimana kedudukan IGNK Dewa Kabakaba di Balambangan?; Adakah perlawanan lain sesudah Perang Bayu?; Apakah itu Kabupaten Blambangan Timur?; dan seterusnya.

Fokus Buku Ini

Fokus dari buku ini terletak pada ulasan tentang Kabupaten Blambangan Timur yang sejarahnya kita lompati selama ini.

Dimana ternyata setelah Kerajaan Balambangan runtuh dan Kabupaten Banyuwangi belum terbentuk, ternyata di sini pernah ada yang namanya Kabupaten Blambangan Timur.

Kabupaten Blambangan Timur bahkan eksis selama 45 tahun dengan dipimpin oleh enam orang Bupati, dan melintasi zaman penjajahan VOC-Belanda, Batavia-Perancis, dan kolonialisme Inggris.

Buku ini berusaha mengajak pembaca untuk menelusuri ulang peristiwa runtuhnya Kerajaan Balambangan dan bagaimana asal mula terbentuk dan berdirinya Kabupaten Banyuwangi di sisa-sisa terakhir wilayah kekuasaannya.

Sepuluh Poin Buku Ini

Setelah membaca buku ini, setidaknya kita telah menemukan beberapa hal yang selama ini luput dari amatan para sejarawan. Diantaranya adalah;

Pertama, kita menjadi tahu bahwa ternyata Kerajaan Balambangan TIDAK PERNAH berada di bawah penjajahan Kerajaan Mengwi.

Kedua, kita menjadi tahu bahwa ternyata Pangeran Agung Wilis pernah menjadi raja Balambangan, bukan hanya seorang Patih yang kemudian dipecat.

Ketiga, kita menjadi tahu bahwa ternyata Pangeran Agung Wilis juga memiliki penerus di Bali, yakni di Puri Bunutin, Bangli, dengan beberapa cabang keturunannya.

Keempat, kita menjadi tahu bahwa Perang Kabakaba di Ketapang adalah perang pertama di Balambangan Timur dalam melawan penjajahan VOC-Belanda.

Kelima, kita menjadi tahu bahwa hanya ada satu kali Puputan di Balambangan yakni Puputan Ulu Pangpang yang dipimpin oleh IGNK Dewa Kabakaba.

Poin keenam hingga ke sepuluh dapat dibaca langsung dalam buku “Dari Balambangan Menjadi Banyuwangi”. 🙂

Tentang Penulis

Hidayat Aji Ramawidi lahir di Banyuwangi, 212 tahun setelah Kerajaan Balambangan musnah. Dia baru mengenal Sejarah Kerajaan Balambangan pada Oktober 2012 yang selanjutnya menjadi konsen tulisan-tulisannya hingga saat ini.

Beberapa bukunya tentang Sejarah Kerajaan Balambangan yang sudah terbit adalah; Suluh Blambangan (2017), Suluh Blambangan 2 (2017), A Short History of Blambangan (2021), Novel Wilis (2021), 1478 Runtuhnya Majapahit dan berdirinya Balambangan (2021), dan Dari Balambangan Menjadi Banyuwangi (2022) ini.

Selain itu tulisan lepas-nya telah banyak dimuat di berbagai media cetak seperti; Majalah Keboundha, Buletin Lontar Using, juga dalam beberapa media online seperti; Kumparan, Times Indonesia, RingTimes Banyuwangi, belambangandotcom dan terutama di ajisangkala.id.

Karena dedikasinya dalam sejarah lokal Balambangan itulah kemudian Aji Ramawidi mendapat ‘Special Achievement Award ATI 2021′ dari Times Indonesia Network dalam kategori Tokoh Muda Pelestari Sejarah Lokal.

0 Shares:
Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

You May Also Like