By. Aji Ramawidi
Pembuka
Kecamatan Blimbingsari adalah sebuah kecamatan baru di wilayah Kabupaten Banyuwangi. Diresmikan pada 9 Januari 2017 sebagai pemekaran atas wilayah pantai dari Kecamatan Rogojampi dan Kabat.
Siapa sangka, Kecamatan yang kini dikenal dengan Bandara Internasional-nya itu, dahulu justru mendunia karena Pelabuhan Internasional-nya, Pelabuhan BANYUALIT.
BANYUALIT, pertama disebut-sebut dalam Babad Sembar yang digubah antara tahun 1773-1800 dalam cerita tentang perang saudara tahun 1692 di Kerajaan Balambangan.
Pendaratan pasukan Gelgel di bawah pimpinan Panji Danurdarastra itu adalah di BANYUALIT. Demikianlah awal mula disebutnya dengan jelas nama pelabuhan ini.
Jatuhnya BANYUALIT, 23 Maret 1767
Sejarah Balambagan tak akan dapat dilepaskan dari sejarah BANYUALIT. Jika kita menengok sejenak ke belakang, pada tahun 1743, Sunan Pakubuwana II dengan tanpa hak telah menyerahkan daerah di sebelah timur Pasuruan kepada VOC-Belanda.
Maka ketika tahun 1766 armada dagang Inggris tiba di Balambangan untuk menjalin kerjasama perdagangan, maka otoritas VOC-Belanda yang merupakan musuh Inggris itu menjadi khawatir.
VOC-Belanda kemudian mengirim Letnan E. Blanke dan pasukan Madura-nya ke Balambangan. Mereka sampai di benteng BANYUALIT tanggal 23 Maret 1767 dengan tanpa perlawanan. Hal ini karena di tempat itu telah terjadi perang saudara antara Faksi Kabakaba (Bali) dengan Faksi Mas Weka (Jawa). Dalam peperangan tersebut banyak orang Bali yang terbunuh.
Besoknya, pada 24 Maret 1767 Faksi Mas Weka, pihak yang sebelumnya memenangkan perang melawan Faksi Kabakaba kemudian datang ke BANYUALIT untuk menyerah kepada Letnan E. Blanke. Dengan demikian dapat diartikan bahwa Balambangan telah menyerah.
Sepekan kemudian giliran Ulu Pangpang dapat ditaklukkan pada 31 Maret 1767 setelah Bagus Kabakaba melakukan puputan.
BANYUALIT kemudian dijadikan pos bagi pasukan VOC pribumi dari Madura dan di sana didirikan benteng VOC-Belanda di bekas benteng Balambangan yang telah rusak.
Akhirnya, usaha penaklukkan Balambangan ini berhasil tanpa terlalu banyak kesulitan.
Jatuhnya BANYUALIT menjadi pintu gerbang jatuhnya Balambangan. Tanggal 31 Maret 1767, untuk pertama kalinya bendera Belanda dikibarkan di tengah-tengah Ibukota Balambangan.
Sejak itulah, secara de facto Balambangan telah jatuh ke tangan VOC-Belanda, melengkapi penyerahan secara de jure wilayah Balambangan oleh Sunan Pakubuwana II pada tahun 1743 yang lalu.
Pembangunan Benteng VOC di BANYUALIT
Selanjutnya, VOC-Belanda tidak ingin membuang waktu lagi untuk segera mengukuhkan kedudukan mereka di Balambangan dengan membangun Benteng dan Loji sebagai kantor pemerintahannya.
Rakyat terjajah-lah yang dipekerjakan untuk membangunnya. 50 orang setiap hari harus masuk kerja untuk melaksanakan pembagunan Loji dan Benteng VOC di BANYUALIT itu. Letnan E. Blanke juga mendapat perintah dari Gubernur supaya penduduk yang tidak mau takluk agar dibunuh saja.
Sementara itu, seusai peperangan, mayat-mayat korban perang dibiarkan begitu saja. Hal ini kemudian menjadi pemicu munculnya wabah yang menjangkiti banyak orang. Apalagi saat itu, Balambangan juga sedang dilanda wabah Malaria.
Keadaan ini membuat para pelaut dari berbagai negeri di Nusantara menghindari pelabuhan-pelabuhan di Balambangan, termasuk BANYUALIT.
Dikabaran bahwa dari 3.000 orang pasukan Kompeni dan sekutunya, tersisa hanya 30 (atau 300) orang saja yang hidup. Bahkan Letnan E. Blanke sendiri juga tewas pada bulan Juni 1767 karena wabah tersebut.
Kepemimpinan armada Ekspedisi kemudian dipegang oleh Adrianus van Rijke. Kemudian benteng BANYUALIT dipindahkan lebih ke pedalaman, di Kutha Lateng (Rogojampi) yang keadaannya lebih sehat.
BANYUALIT era Pangeran Agung Wilis
Peran BANYUALIT kembali disebut-sebut dalam rangkaian Perang Wilis 1767-1768. Saat itu, 29 September 1767 atau enam bulan sesudah masa pendudukan, Pangeran Agung Wilis kembali dari Bunutin-Bali dan berlabuh di Grajagan.
Di saat yang sama, orang-orang Madura dan pribumi Balambangan masih belum selesai dalam membangun Loji dan Benteng di BANYUALIT.
Saat itu VOC di BANYUALIT tidak mengetahui kedatangan Pangeran Agung Wilis. Kondisi ini dimanfaatkan olehnya untuk mengumpulkan pengikut dan senjata yang dibeli dari Inggris (musuh Belanda). Pada bulan Februari 1768, pengikutnya telah berjumah 6.000 orang.
Dengan kekuatan sebesar itu, Dalem Puger Mas Surawijaya mengusulkan untuk segera menyerang Benteng VOC di BANYUALIT. Namun Pangeran Agung Wilis tidak setuju dengan usul putranya itu, dia menghendaki perlawanan secara diam-diam terlebih dahulu dengan cara mengajak rakyat untuk Mogok Kerja.
Karena itu, Gezaghebber J.E.C. a Groen memberi perintah kepada Van Rijke, untuk menangkap Pangeran Agung Wilis hidup-hidup.
Van Rijke menolak perintah ini karena prajurit VOC di Balambangan yang hanya 30 orang itu akan sangat lelah jika harus berjalan dari BANYUALIT ke Kota.
Di benteng ini, 50 prajurit Eropa masih menjalani perawatan di rumah sakit. Van Rijke menegaskan, jika jalan kekerasan dipilih, maka pertama-tama VOC harus menambah kekuatannya di Balambangan. Namun permintaan bantuan militer itu sulit dipenuhi karena kekuatan Kompeni di Ujung Timur Jawa saat itu sangat lemah.
Ekspedisi Militer ke-II VOC tiba di BANYUALIT
Pada tanggal 20 Oktober 1767, Gubernur Johanes Vos meminta izin ke Batavia untuk mengirim Ekspedisi Militer ke-II ke Balambangan. Rencananya 1.000 orang Laskar Madura akan diberangkatkan ke BANYUALIT.
Setelah diijinkan, pada Januari 1768, Panembahan Cakraadiningrat V memberangkatkan pasukannya dari pelabuhan Kwanyar ke BANYUALIT dengan dipimpin oleh Senapati Sirnantaka.
Saat tiba di Panarukan, bala bantuan dari Madura itu mendengar kabar tentang wabah yang tengah merebak di BANYUALIT. Akibatnya, mereka ketakutan dan melarikan diri.
Mereka tiba di BANYUALIT secara berturut-turut pada tanggal 6, 8, dan 10 Januari 1768. Dari 1.000 orang itu hanya tinggal 300 orang saja yang sampai di BANYUALIT.
Tiga hari kemudian (13 Januari 1768), Senapati Sirnantaka mengundang Pangeran Agung Wilis yang sedang sakit untuk datang secara damai ke benteng BANYUALIT.
Pangeran Agung Wilis berjanji bahwa dua hari lai dia akan datang dengan membawa dua atau tiga ratus ribu orangnya. Namun, di hari yang telah dijanjikan, Pangeran Agung Wilis rupanya masih belum sembuh sehingga tidak kunjung tiba.
Kemudian van Rijke dan beberapa orangnya ingin menemui Pangeran Agung Wilis di Puri-nya.
Keesokan harinya Van Rijke dan Skipper Pieterz (kapten kapal) menuju ke Kota bersama para prajurit Madura. Di desa Kobro, mereka bertemu dengan Mas Anom dan Mas Weka yang mengatakan bahwa Pangeran Agung Wilis masih sakit dan oleh karenanya tidak bisa pergi ke BANYUALIT.
Van Rijke melaporkan kepada Gezaghebber J.E.C. a Groen tertanggal 27 Pebruari dan 2 Maret 1768 bahwa Pangeran Agung Wilis menunjukkan sikap bersahabat dan berjanji bahwa dia akan datang ke BANYUALIT pada hari ketiga bulan Pebruari.
Perang BANYUALIT
Januari 1768, pasukan bantuan dari Lumajang yang dipimpin oleh Kapten Wipperman telah tiba di BANYUALIT.
Selanjutnya karena sampai tanggal 3 Pebruari 1768 Pangeran Agung Wilis belum juga datang menghadap, pasukan VOC segera dikerahkan untuk menyerang ibukota Arja Balambangan (desa Blambangan, Muncar) pada 18 Pebruari 1768.
Melihat kekuatan musuh pada serangan pertama itu, Pangeran Agung Wilis mengatur serangan balasan.
Sebelum tanggal 2 Maret 1768 pasukan Balambangan dipimpin oleh Dalem Puger Mas Surawijaya menyerang BANYUALIT dengan membawa pasukan yang terdiri dari banyak etnis seperti; Bugis, Bali, Mandar, Melayu, dan China.
Pangeran Agung Wilis terus menekan pasukan VOC dengan memotong seluruh jalan ke BANYUALIT dan mengisolasi pasukan Belanda di dalam benteng mereka sendiri. Para pejuang Balambangan berhasil menewaskan 35 serdadu VOC-Belanda.
Kapten Maurer dan Letnan Wipperman juga tewas di dalam benteng BANYUALIT karena wabah selama pengepungan. Sementara ratusan Laskar Madura yang kelaparan kemudian melarikan diri dan pulang. terlalu lama terkepung sambil menunggu bantuan yang tak diketahui kapan akan datang.
Bala bantuan Belanda yang dipimpin langsung oleh Gezaghebber J.E.C. a Groen tiba di BANYUALIT tanggal 21 Mei 1768. Perang dahsyat terjadi.
Pasukan Balambangan sedang mengepung benteng BANYUALIT itu kemudian juga dikepung oleh bala bantuan Belanda. Pasukan Balambangan kalah karena ditembaki dari laut, kemudian mundur.
Setelah itu pasukan VOC-Belanda mendarat di BANYUALIT dan membebaskan rekan-rekan mereka. Kemudian pada tanggal 13 Mei 1768, benteng BANYUAIT dihancurkan sendiri oleh VOC, karena dianggap tidak sehat. Mereka memindahkan benteng ke Kota (Lateng) yang dianggap lebih sehat.
Pangeran Agung Wilis Tertangkap di BANYUALIT
Selanjutnya, Gezaghebber J.E.C. a Groen menggemur Ulu Pangpang dan Arja Balambangan. Sepuluh hari setelah Kota Arja Balambangan takluk, 28 Mei 1768, kekuatan Pangeran Agung Wilis semakin lemah.
Saat itulah Mas Weka berkhianat dan kembali memihak VOC-Belanda. Diam-diam dia meninggalkan kubu pertahanan Pangeran Agung Wilis dan memberitahukannya pada Van Rijke.
Saat itu Desa Belimbing dikepung dari darat dan laut, ratusan Jagabela dan pejuang rakyat Balambangan terbunuh. Perang terjadi sehari semalam. Hanya dengan sisat licik Kompeni, Pangeran Agung Wilis dapat ditangkap, bersama Mas Setra Adi kemudian dibawa ke pengadilan Surabaya.
Mas Weka-lah yang mengatur rencana penangkapan itu. Karena penghianatan itu akhirnya Pangeran Agung Wilis bersama putranya Mas Setradi dan beberapa orang Wadwa Agung lainnya tertangkap di Blimbing (sebelah barat BANYUALIT). Desa Belimbing itu sekarang menjadi nama Blimbingsari.
Penutup
Demikianlah kisah dari BANYUALIT, Pelabuhan Internasional Kerajaan Balambangan yang berfungsi seiring pembukaan Macanputih sebagai ibukota Balambangan tahun 1655, hingga kemudian Balambangan ditaklukkan oleh VOC Belanda pada 23 Maret 1767 dan ditaklukkan penuh pada 28 Mei 1768.
Kerajaan Balambangan berakhir dengan berakhirnya sejarah pelabuhan BANYUALIT, karena sesudah itu otoritas VOC-Belanda di Balambangan menempati Pelabuhan Ulu Pangpang di Muncar hingga tahun 1774. Dan selanjutnya pindah lagi ke Kota Banyuwangi yang kita kenal saat ini dengan pelabuhannya yang baru, Boom.
Sumber:
Daghregister VOC, Perebutan Hegemoni Blambangan, Babad Blambangan, Sejarah Kerajaan Blambangan, Suluh Blambangan, Nagari Tawon Madu, dll
2 comments
saat ini disekitar banyualit ada perkampungan bali (patoman tengah) dimana adat istiadat masih kental dengan bali.
Apakah warga kampung bali patoman adalah sisa sisa perang saudara dari faksi kabakaba?
Mohon pencerahan jika punya literatur tentang wong bali patoman bisa saya minta copynya
Terima kasij
Sejauh yg saya tau, dari catatan Lokal maupun asing, tidak ada disebutkan nama Desa Patoman maupun Kampung Bali di Patoman.