Sejarah Awal Sunan Giri
Giri Kadhaton adalah kerajaan kecil yang berawal dari sebuah Pasantrian tempat belajar agama Islam. Pendirinya adalah Sunan Giri [I] alias Prabu Satmata alias Raden Ainul Yakin alias Jaka Samudra alias Raden Fathu/Paku.
Beliau adalah putra Syaikh Maulana Ishaq alias Syeh Wali Lanang dengan seorang putri dari Kadipaten Balambangan bernama Dewi Ratna Saboddhi alias Dewi Sekardadu alias Dewi Kasiyan putri Raden Bayu Sadmuddha alias Adipati Menak Sembuyu, adipati Balambangan ke-IV (1440-1461).
De Graaf mengatakan;
De Graaf, Kerajaan-kerajaan Islam di Jawa, hlm. 173-175.
“Beberapa hal menunjukkan bahwa mungkin sudah sejak abad ke-14 ada hubungan lewat laut, sepanjang pantai Selat Madura, antara Gresik dan Blambangan di ujung timur Jawa, dan kota-kota pelabuhan diantara kedua tempat itu.”
“Hubungan yang disebutkannya antara Gresik-Giri dengan Blambangan dan dengan tempat-tempat lain, mempunyai nilai Sejarah yang penting.”
Sunan Giri I
Giri Kadhaton didirikan oleh Sunan Giri [I] kira-kira pada tahun 1487. Penguasa pertama ini konon mendapat gelar Prabu Satmata dari ayahnya sendiri saat berada di Pasai, Aceh. Sunan Giri I berkuasa antara tahun 1487-1506.
Sedangkan sahabatnya, Sunan Derajat mendapat gelar Prabu Nyakrawati.
De Graaf mengatakan;
De Graaf, Kerajaan-kerajaan Islam di Jawa, hlm. 176.
“Tutur Jawa menyebutkan tahun-tahun kejadian sebagai berikut; 1477 M., meninggal-nya Nyai Gede Pinatih, ibu pengasuh Prabu Satmata; 1485 M. pembangunan Kedaton, ‘istana’, dan tiga tahun kemudian pembuatan ‘kolam; tahun 1506 M. meninggalnya Prabu Satmata.”
Sunan Giri II
De Graaf mengatakan bahwa penguasa kedua di Giri mulai memegang kekuasaannya tahun 1506, jadi sezaman dengan Arya Trenggana menjadi Raja Demak ke-II (1505-1546).
Dalam cerita Jawa, Sunan Giri ke-II ini bernama Sunan Dalem atau Sunan Kedul (1506-1546). Tokoh ini hidup di masa kunjungan Tome Pires ke Jawa tahun 1513.
Karena Tome Pires tidak menyebut nama tokoh ini diantara dua penguasa Gresik saat itu; Pate Cucuf (Yusuf) dan Pate Zeinall (Zainal) mungkin karena sampai saat itu pusat kehidupan Islam di bukit dekat Gresik tersebut belum menjadi pusat kekuasaaan pemerintahan yang berarti.
De Graaf mengatakan;
De Graaf, Kerajaan-kerajaan Islam di Jawa, hlm. 180.
“Jadi, pada zaman Tome Pires, para penguasa duniawi di kota Gresik dan para ulama di Giri hidup berdampingan saja. Kekuasaan pemerintahan di kota agaknya pada abad ke-16 jatuh ke tangan para ulama…”
Kerajaan Daha menyerang Giri
Penguasa Giri kedua inilah yang dalam Babad Tanah Jawi disebutkan mendapat serangan dua kali dari Brawijaya/Batara Vojyaya (Majapahit di Daha/Kediri).
Perhatikan kutipan berikut ini;
W.L. Olthof, Babad Tanah Jawi, hlm. 51-53.
“Sang Raja Brawijaya mendengar bahwa banyak orang takluk kepada Sunan Giri. Patih Gajah Mada diutus mendatangi Sunan Giri. Orang-orang di sana geger. Waktu itu Sunan Giri sedang menulis, terkejut mendengar berita didatangi musuh, bermaksud merusak Giri (serangan pertama).
“Prabu Brawijaya lalu memerintahkan kepada Gajah Mada bersama para putranya untuk merebut Giri (serangan kedua)…”
Dua kali serangan atas Giri inilah yang membuat Demak tidak terima. Walau bagaimanapun Giri adalah sekutu Demak. Penguasa Giri dihormati oleh para Adipati Pesisir dalam persekutuan itu.
Giri Membalas Kediri
Sebagai bentuk pembalasan, Sunan Dalem/Sunan Giri [II] kemudian terlibat dalam usaha Demak untuk menaklukkan Brawijaya di Kediri (1527).
Sisa-sisa kekuatan Kediri kemudian melarikan diri melalui Blitar ke Sengguruh. Rupanya penguasa asli Sengguruh telah masuk Islam atas usaha Syaikh Manganti, paman dari Sunan Giri.
Karena itu para pelarian dari Kediri tersebut semakin marah saja dan pada tahun 1535 setelah berhasil merebut Sengguruh, mereka menyerang Giri (serangan ketiga), mungkin melalui laut lewat Pasuruan.
Karena kemudian Pasuruan ditaklukkan oleh Demak di tahun yang sama untuk menutup akses. Dan Sengguruh sendiri ditaklukkan pada 1545 sehingga para pelarian dari Kediri itu melanjutkan petualangan mereka semakin ke timur, ke Panarukan.
Panarukan sendiri nantinya juga diserang oleh Arya Trenggana (1546). Dalam hal ini De graaf menggunakan Babad Sangkala.
Sunan Giri III
Sama halnya dengan raja Demak kedua, penguasa Giri kedua, Sunan Dalem juga mangkat di tahun 1546.
Selanjutnya, yang menjadi Sunan Giri ke-III adalah putranya yaitu yang bergelar Sunan Seda ing Margi (1546-1548). Dia menjadi saksi peristiwa perebutan tahta di Demak.
Penguasa ketiga di Giri ini kemudian digantikan oleh saudaranya sebagai Sunan Giri ke-IV, yakni Sunan Mas Ratu Pratikal yang lebih dikenal dengan gelar anumerta Sunan Prapen (1548-1605).
Sunan Giri IV
De Graaf mengatakan;
De Graaf, Kerajaan-kerajaan Islam di Jawa, hlm. 185.
“Selama masa pemerintahannya yang panjang sekali (dari tahun 1548 sampai kira-kira tahun 1605) dia banyak berjasa membentuk dan memperluas kekuasaan “Kerajaan Imam” Islam, baik di Jawa Timur dan Jawa Tengah, maupun di sepanjang pantai pulau-pulau Nusantara Timur. Paruh kedua abad ke-16 merupakan masa kemakmuran Giri/Gresik sebagai pusat peradaban Pesisir Islam dan pusat ekspansi Jawa di bidang ekonomi dan politik…”
Sunan Mas Ratu Pratikal mendapatkan semua kesempatan itu karena beberapa hal;
- (1) Demak semakin kacau karena perang saudara;
- (2) dua penguasa Gresik, Pate Cucuf dan Pate Zeinall kemungkinan sudah ditaklukkan oleh serangan Sengguruh tahun 1535 karena keduanya sudah lemah akibat saling serang selama ini;
- (3) Dukungan kuat dari para pemimpin Nusantara Timur yang baru saja menerima islam atas peran dan jasa Ulama dan Santri Giri.
Mendirikan Kadhaton
Penulis menduga, mungkin sebenarnya baru sejak dipimpin Sunan Mas Ratu Pratikal inilah kemudian Pasantrian Giri berubah menjadi Giri Kadhaton.
Hal ini menurut De Graaf ditandai dengan pembangunan Istana pada tahun 1549, setahun setelah beliau dilantik.
Ketika para penguasa Jawa Tengah berebut kekuasaan sepeninggal Arya Trenggana (1546), Ratu Kalinyamat berhasil memperluas pengaruhnya di pesisir Jawa serta memimpin pasukan Jawa menyerang ke Malaka yang gagal itu.
Sementara Cirebon meluaskan kekuasaannya ke barat, Giri Kadhaton meluaskan kekuasaannya ke timur.
Banyak sumber yang menyebutkan usaha-usaha untuk meluaskan pengaruh-nya hingga mencapai Bali, Lombok, dan Sumbawa, juga pulau-pulau lain di Nusantara Timur.
Sang Negarawan
Sementara itu Kediri berusaha merdeka kembali dari Demak yang sedang kacau. Karena itu pada tahun 1551 Kediri dibakar dan tahun 1579 benar-benar berhasil ditaklukkan untuk selama-nya. Sejak itu Kediri berada dalam pengaruh Surabaya.
Ketika Hadiwijaya ditetapkan menjadi penguasa Demak (di Pajang), saat itu Persekutuan Adipati Pesisir dipimpin oleh Adipati Surabaya, Panji Wiryakrama.
Atas jasa Sunan Mas Ratu Pratikal-lah kemudian para adipati di Jawa Timur itu kemudian mau mengakui Hadiwijaya sebagai Sultan Demak (di Pajang) yang baru.
Mungkin awalnya hanya sebagai wali dari Pangeran Timur Rangga Jumena, putra bungsu Arya Trenggana yang masih belum dewasa. Pelantikannya, menurut De Graaf dilaksanakan di Kedhaton-nya Sunan Giri ini tahun 1581.
De Graaf mengatakan;
De Graaf, Kerajaan-kerajaan Islam di Jawa, hlm. 187.
“Pada pelantikan yang diberitakan dalam banyak naskah Jawa dan daftar tahun peristiwa itu, hadir raja-raja dari Japan, Wirasaba, Kediri, Surabaya, Pasuruan Madura, dan Pati. Boleh dianggap upacara ini merupakan suatu kemenangan bagi Sunan Prapen sebagai negarawan.”
Awal Kemunculan Mataram
Sekitar tahun 1584, Bagus Srubut putra Bagus Kacung putra Bondan Kajawan putra Brawijaya (Batara Vigiaya) raja Daha, telah berhasil memperoleh Tanah Mentaok dan merintis Dinasti Mataram.
Empat tahun kemudian (1588) dia telah menumbangkan Demak (di Pajang). Mungkin membalaskan dendam leluhurnya karena dahulu Brawijaya raja Daha itu dijatuhkan oleh raja Demak Arya Trenggana tahun 1527.
Selanjutnya, agar Demak tidak bangkit lagi, maka Pangeran Rangga Jumena penguasa Madiun-pun dia takluk-kan.
Saat itulah sekali lagi, Giri memerankan perannya sebagai juru damai sehingga sementara waktu tidak terjadi perang antara Mataram dengan Surabaya yang didukung raja-raja Jawa Timur.
Sunan Giri V
Perang kembali terjadi sepeninggal Sunan Mas Ratu Pratikal/Sunan Prapen tahun 1605. Penerusnya, Sunan Giri ke-V yaitu Sunan Kawis Guwa (1605-?) tidak memiliki wibawa dan kapasitas seperti ayahnya itu.
Kemudian bahkan cucu Bagus Srubut yang bernama Mas Rangsang, berani menaklukkan Giri dengan meminjam tangan Pangeran Pekik putra Panji Jayalengkara (penguasa Surabaya) pada tahun 1633.
De Graaf mengatakan;
De Graaf, Kerajaan-kerajaan Islam di Jawa, hlm. 192-193.
“(Giri) kemerdekaannya hilang disebabkan oleh siasat politik raja-raja Mataram yang dengan kekerasan ingin memaksa semua daerah di Tanah Jawa (agar mau) mengakui kekuasaannya.”