Legenda Panji Laras di Benculuk

Karya Sastra Cerita Panji adalah sekumpulan cerita yang berkisar pada kisah cinta dua tokoh utamanya, yaitu Raden Panji Inu Kertapati alias Kudawaningpati alias Panji Asmarabangun, seorang pangeran dari Jenggala (Kediri), dan Dewi Sekartaji alias Galuh Candrakirana, yang juga seorang puteri dari Kediri.

Siapa sangka, legenda Panji yang berkisar pada cerita di Kerajaan Kediri itu juga tidak asing di Bumi Balambangan.

Sepenggal Kisah di Desa

Panji Inu Kertapati raja Kediri berburu di hutan. Di suatu daerah, dia beserta rombongannya kemudian melihat sebuah padepokan dan singgah di sana.

Pemilik Padepokan adalah Ki Kapulaga yang juga mempunyai anak gadis cantik bernama Galuh Candrakirana.

Singkat cerita, sang Raja kemudian jatuh hati kepada Galuh Candrakirana dan menikahi gadis desa itu.

Namun karena tidak bisa berlama-lama tinggal di luar keraton, akhirnya sang raja bermaksud untuk mengajak Galuh Candrakirana pulang ke istana.

Sayangnya Galuh Candrakirana menolak karena sedang hamil. Akhirnya raja pergi sendiri dan berjanji akan mengunjunginya suatu saat nanti.

Kisah Panji Laras

Setelah beberapa bulan, sejak kepergian sang raja, anak dalam kandungan Galuh Candrakirana lahir. Oleh kakeknya, anak ini diberi nama Panji Laras.

Panji Laras tumbuh besar di desa, di bawah asuhan dan didikan kakek dan ibunya. Hingga usia remaja, dia belum tahu siapa ayahnya, sehingga membuatnya sangat ingin bertemu dengan sang ayah.

Suatu hari, saat Panji Laras sedang merenungkan ayahnya, ada seekor burung elang yang terbang berputar-putar di atas padepokan kakeknya.

Elang itu kemudian menjatuhkan seekor anak ayam. Sang Elang berkata padanya agar merawat anak ayam itu, kelak ketika sudah besar, anak ayam itu-lah yang akan mempertemukannya dengan sang ayah.

Panji Laras sangat senang mendengar berita itu, kemudian dia merawat hingga besar anak ayam tersebut sebagaimana nasihat burung Elang.

Perjalanan Panji Laras Mencari Sang Ayah

Setelah sekian lama, ayam yang kini tumbuh besar itu sering dibawanya ke aduan Sabung Ayam dan selalu juara. Banyak uang yang dia peroleh dari berbagai laga aduan.

Sebagai anak yang baik, Panji Laras tidak serakah, dia selalu membagi-bagikan uang yang diperolehnya kepada orang-orang yang membutuhkan.

Kemenangan demi kemenangan yang didapat Panji Laras membuatnya semakin terkenal. Tidak ada lagi ayam di kampungnya yang berani melawan ayam Panji Laras. Maka pergilah Panji Laras ke kota untuk mengadu ayam.

Di kota, semua ayam petarung milik warga kota sudah dapat dikalahkan oleh ayamnya. Harta yang diperolehnya juga semakin banyak, dan sekali lagi itu selalu dibagi-bagikan kepada yang membutuhkan.

Bertemu Sang Raja

Suatu waktu di istana, sang raja mendapat kabar bahwa di alun-alun ada permainan Sabung Ayam dan di sana ada seorang anak desa yang membawa ayam terkuat yang tidak pernah dapat dikalahkan oleh ayam siapapun.

Sang raja tertarik untuk mengadu ayam jagoannya dengan ayam anak itu. Maka datanglah dia ke alun-alun dan diadulah ayam sang raja dengan ayam Panji Laras.

Dalam pertarungan itu, ayam sang raja kalah. Kemudian ayam Panji Laras berkokok dengan bahasa Manusia.

“Aku Ayam Panji Laras, rumahnya Tengah Alas, beratap Daun Kelaras!”

“Pani Laras pergi ke kota untuk mencari ayahnya. Ayahnya seorang raja!”

Kaget sang raja mendengar itu, dan diapun teringat akan istrinya yang dahulu ditinggalkan di sebuah padepokan di tengah hutan dalam keadaan hamil, Galuh Candrakirana.

Kemudian sang raja membawa Panji Laras ke istana.

Selanjutnya, Panji Laras-lah yang kemudian membawa ayahnya itu kembali ke desa untuk menjemput ibu dan kakeknya dan dibawa ke istana.

Sejak saat itu, Galuh Candrakirana dan Ki Kapulaga hidup bersama Panji Laras di istana sang raja Panji Inu Kertapati dengan bahagia.

Panji Laras di Benculuk

Dalam dongeng tersebut, kerajaan yang dimaksud adalah Kerajaan Kediri, namun tidak disebutkan di hutan manakah tempat asal Panji Laras.

Sementara itu di Banyuwangi banyak tempat yang kemudian dikaitkan dengan kisah tersebut.

Di antara tempat-tempat di Banyuwangi yang diidentifikasi sebagai petilasan Panji Laras adalah sebuah Batu Besar di sebelah barat Masjid Jami’ Benculuk, Kecamatan Cluring Banyuwangi.

Menurut masyarakat setempat, tempat itu sampai saat ini masih dikeramatkan dan dijadikan punden oleh masyarakat setempat.

Setiap ada yang akan mengadakan hajatan, sering melakukan slametan terlebih dahulu di sana. Selain itu juga di Makam Buyut Singolobok dan Buyut Dengdeng, yang dekat dari sana.

Dua nama terakhir, tidak ada kaitannya dengan Panji Laras, namun juga merupakan nama tokoh sesepuh Desa Benculuk era Kerajaan Blambangan.

Panji Laras di Purwoharjo

Mengenai tokoh Panji Laras, menurut salah satu tokoh masyarakat setempat, selain di Benculuk, petilasan Panji Laras juga ada di Kecamatan Purwoharjo.

Tepatnya di Dusun Curah Palung, Desa Kradenan, terdapat sebuah batu yang mirip kepala (cengger) ayam jago dan diyakini masyarakat sebagai tempat berjemur ayam jago Panji Laras. Tempat itu dikenal dengan nama Gumuk Cengger.

Di tempat itu, menurut masyarakat setempat, dahulu (sebelum gumuk-nya hancur), sering didengar suara ayam berkokok, padahal tidak ada ayamnya.

Di sebelah selatan Gumuk Cengger, terdapat sungai Kali Setail, yang dianggap sebagai tempat memandikan ayam Panji Laras.

Sementara di selatan sungai, masuk Desa Bulurejo, Kecamatan Purwohargo, terdapat sebuah punden yang diyakini sebagai tempat Panji Laras menjemur Ayamnya setelah dimandikan.

Satu lagi, bahkan nama dusun Perangan di desa Kradenan, Kecamatan Purwoharjo diyakini sebagai tempat harta hasil sabung ayam milik Panji Laras dibagi-bagi.

Kata “Perangan” (huruf “e” dibaca seperti dalam membaca kata “pena”), dianggap berasal dari kata “Perang” (di-perang-perang = dibagi-bagi).

Sumber: Ajip Rosidi, Candra Kirana; serta Cerita Rakyat Benculuk dan Purwoharjo.

0 Shares:
Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

You May Also Like