PERANG TRUNAJAYA: Percaturan Rumit yang Membingungkan Bagi VOC dan Speelman

Bangkalan, 29 Maret 2021

Informasi litografi: Portret van Cornelis Speelman, karya Abraham Bloteling, tahun 1670 (atau sesudahnya). Sumber lukisan: Rijkmuseum, diperoleh pada tanggal 14 Januari 2021. Diwarna ulang secara manual oleh: Muhammad Rizki Taufan.

Pendahuluan

Perang Trunajaya adalah episode yang cukup membingungkan bagi VOC, baik secara umum maupun secara pribadi yang dirasakan oleh Laksamana Cornelis Speelman.

Bagaimana tidak? Perang yang awalnya dianggap sebagai “konflik kecil” saja, dengan cepat berubah menjadi badai mengerikan yang menghantam Tanah Jawa.

Setidaknya, VOC memang harus mengambil langkah, karena perang ini sangat menentukan nasib Tanah Jawa hingga ratusan tahun mendatang. Terlebih, VOC merasa kedudukannya di Batavia semakin terancam dengan Perang Trunajaya yang berlangsung dahsyat, ditambah posisi Kesultanan Banten yang semakin siap siaga terhadap VOC.

Pemetaan politik dan militer harus segera dilakukan. Langkah pertama yang harus dilakukan VOC ialah mencari informasi sebanyak-banyaknya tentang perang yang ketika itu masih berlangsung dengan skala kecil di Jawa Timur.

Tetapi, VOC lebih banyak mendapatkan desas-desus yang amat simpang siur, daripada pemberitaan yang valid untuk dijadikan dasar bagi langkah yang akan segera diambil. Mau tidak mau, VOC harus memikirkan cara untuk dapat menyaring segala “ketidakjelasan” tersebut dan segera merangkumnya karena waktu semakin bergulir menghadirkan kejadian-kejadian yang semakin sulit untuk dihadapi. Sedikit salah langkah saja, akan mengantarkan VOC pada jurang kehancuran.

Berikut ialah hal-hal yang “tidak dimengerti” oleh VOC dan Speelman secara pribadi:

Perlawanan orang-orang Makassar di Jawa Timur

Rangkaian perlawanan orang-orang Makassar di Jawa Timur pada awal dekade 1670-an, suatu hal yang belum dapat disimpulkan oleh VOC.

Perpaduan antara berbagai berita yang saling bertentangan, ditambah dengan desas-desus yang tidak jelas mengenai intrik internal Kraton Mataram yang selalu dikait-kaitkan dengan kejadian ini.

Saat itu, peran Pangeran Trunajaya masih belum nampak, walau rumor tentangnya sudah mulai terdengar. Sekali lagi, VOC masih belum berani menyimpulkan, apalagi memutuskan sesuatu tentangnya.

Keterlibatan Madura

Keterlibatan Madura telah semakin mengerucut secara nyata, sehingga VOC mulai dapat melihat percaturan yang segera menyeretnya secara langsung pada konflik yang mereka duga sebagai suatu hal “kecil” pada awalnya.

Namun, VOC masih belum dapat memastikan pula, motif apa yang mendorong Pangeran Trunajaya melakukan aksinya yang begitu berani dan fenomenal itu.

Medan peperangan semakin meluas

Pada tahun 1675 semakin banyak wilayah kota-kota pantai Mataram di kawasan timur yang jatuh pada kubu Trunajaya. Hal yang sungguh membingungkan, mengingat banyak dari kota-kota pantai Mataram yang dikenal kaya dan tangguh, dengan begitu mudahnya jatuh ke tangan pasukan Madura pimpinan seorang pangeran yang baru saja melejit karier dan namanya.

Situasi ini semakin menyulitkan VOC untuk mencari informasi lebih lanjut, mengingat akses ke kota-kota pantai Mataram di kawasan timur sudah mulai terputus, sehingga mereka hanya bisa menonton saja kekuasaan Mataram yang sedang digerogoti dari timur.

Keluh kesah Mataram semakin nyata, desas-desus mulai tergantikan dengan seruan untuk aksi langsung merebut kembali Jawa Timur yang telah dikuasai Trunajaya bersama armada Makassarnya.

Dalam hal ini, VOC mulai berani mengambil langkah, karena mereka telah melihat pasukan Mataram yang mulai bergerak ke timur untuk operasi pembersihan. VOC pun menunjuk Poleman untuk melancarkan aksi ke daerah Demung.

Pada April 1676 VOC mulai bergerak dan menyerang Demung. Pada pertempuran ini, agaknya sedikit menguntungkan VOC, karena mereka berhasil memukul mundur orang-orang Makassar dan menghancurkan basis pertahanan yang ada di sana.

Poleman pun sempat berlayar ke Madura, karena ia mendengar Kraeng Galesong sedang berlindung di pulau itu. Ia juga berupaya mencari hubungan dengan Pangeran Trunajaya. Namun, keduanya tidak berhasil dilakukannya.

Pertempuran 13 Oktober 1676

Pertempuran Gegodog, atau Pertempuran Tuban telah berlangsung mengerikan pada 13 Oktober 1676 antara pasukan Mataram dan Trunajaya.

Berita kekalahan yang begitu menggemparkan telah diterima VOC: 80.000 pasukan Mataram diluluhlantakkan oleh hanya 1.500 pasukan Madura-Makassar. Sungguh sulit dipercaya! Sungguh suatu hal yang semakin membuat VOC bingung untuk menentukan langkah selanjutnya.

Dua pucuk surat di Batavia

Dua buah surat sekaligus sampai di Batavia. Keduanya adalah “berita resmi” tentang pertempuran mengerikan di timur Tuban itu, langsung dari para pelaku dengan masing-masing sudut pandang.

Surat dari Panembahan Maduretna dengan gembira memberitakan kemenangannya, agaknya hal ini merupakan sebuah gertakan terhadap VOC.

Surat dari Pangeran Adipati Anom menceritakan kemalangan serta kekalahannya yang begitu menyedihkan dalam pertempuran tersebut. Tentunya, Pangeran Adipati Anom sangat berharap bantuan dari Batavia. Namun, kedua surat ini “belum ditanggapi” oleh VOC, karena mereka khawatir salah langkah.

Pangeran Trunajaya vs Speelman

Gerakan Pangeran Trunajaya semakin mengejutkan. Pada akhir tahun 1676 pasukan ini telah mendekati Cirebon! Dengan demikian, VOC merasa sangat perlu untuk segera bertindak secara serius.

Pada momen inilah, Cornelis Speelman muncul ke permukaan sebagai pemimpin armada yang awalnya hanya ditugaskan sebagai mediator. Berangkatlah armada VOC yang dipimpin oleh Speelman menuju Jepara pada Januari 1677.

Merasa diberi amanat sebagai mediator, Speelman segera mengirimkan utusan pada kedua belah pihak. Speelman mengutus Piero untuk berangkat menemui Trunajaya di Madura, dan empat gelombang utusan dikirimkan ke istana Mataram. Ada pun tujuan pengiriman utusan ini sebagai undangan pada Pangeran Trunajaya untuk berunding ke Jepara, dan membicarakan berbagai kemungkinan dengan pihak Mataram.

Karena Speelman gagal meyakinkan Trunajaya untuk datang ke Jepara, armada Speelman berangkat ke Surabaya, dengan harapan dapat berunding langsung dengan Pangeran Madura itu di sana.

Speelman mengundang Trunajaya

Speelman pun berangkat ke Surabaya pada April 1677, dan seperti yang kita ketahui bahwa markas besar serta “istana” Trunajaya pun terdapat di kota itu. Beberapa kali Speelman mengirimkan utusannya ke kediaman Trunajaya yang berlokasi di sekitar kantor Gubernur Jatim saat ini. Tujuannya ialah mengundang Trunajaya untuk datang berunding di kapal Speelman, tetapi undangan ini tidak dapat diterima Trunajaya, karena ia mengharapkan adanya perundingan di kawasan netral.

Merasa gagal mengundang Pangeran Madura itu naik ke kapal VOC, Speelman pun memutuskan untuk mengundangnya kembali untuk berunding di tepi pantai Surabaya pada 24 April 1677.

Undangan ini awalnya diterima baik oleh Pangeran Trunajaya, sehingga Speelman pun berangkat dengan penuh percaya diri menaiki sebuah perahu kecil dan segera merapat di tepi pantai yang telah ditetapkan sesuai undangan.

Speelman menunggu dari pagi hingga hari petang, Trunajaya tidak datang, tentu perundingan ini terlalu mencurigakan bagi Trunajaya, dan memang sejatinya Pangeran Trunajaya tidak ingin berkoalisi dengan VOC.

Namun rupanya Speelman kebingungan dengan sikap Pangeran Madura ini. Speelman masih mengharapkan perundingan ini dapat dilakukan, maka ia mengundang Trunajaya untuk berunding di Kamal, namun tidak ada jawaban yang diterima pihak VOC hingga 27 April 1677, maka dari itu deklarasi perang pun mulai digaungkan.

Pertempuran Surabaya

Pertempuran Surabaya berlangsung sangat sengit. Speelman cukup kewalahan menghadapi pertahanan Trunajaya dengan perbentengan batu yang rumit, meriam-meriam yang sangat banyak, dan beberapa titik ranjau serta barikade di seluruh kota tepi sungai. Hingga akhirnya Speelman melihat titik lemah di daerah Ampel, sehingga pasukannya memulai aksinya dari titik itu.

Pasukan Trunajaya pun berhasil dikalahkannya, dan mundur hingga ke Kediri sebagai pusat pertahanannya yang baru. Armada Speelman pun mulai menyisiri pantai Jawa Timur.

Berdasarkan sebuah sidang dewan perang pada 3 Juli 1677, diputuskan bahwa operasi pembersihan juga perlu dilakukan hingga ke Madura, daerah asal Trunajaya. Speelman pun memimpin langsung pasukannya untuk mendarat di Madura.

Awalnya mereka hanya memberikan ultimatum agar Madura dapat menyerah dan mengakui kembali Mataram, namun upaya ini gagal sehingga perang menjadi satu-satunya jalan keluar untuk mengambilalih Madura.

Dimulai dengan Arosbaya yang mereka taklukkan dengan mudah, dilanjutkan menuju Socah dengan medan jalan yang begitu sulit, di Kwanyar pasukannya mengalami kekalahan, sempat tersesat karena tidak ada penunjuk jalan, dan ketika sampai di Kamal, ia mendapatkan sebuah berita yang tidak pernah ia duga-duga sebelumya, yakni hancurnya istana Plered oleh Pasukan Trunajaya.

Jatuhnya Plered

Kraton Plered telah jatuh. Suatu hal yang tidak pernah dibayangkan oleh pihak manapun, utamanya bagi VOC yang selalu yakin bahwa peperangan ini akan dimenangkan oleh Mataram. Ternyata semua harapan ini kandas, bagaimana mungkin sebuah kekuatan inti yang begitu kuat di pusat kerajaan, dapat dikalahkan oleh pasukan musuh yang tercerai berai di berbagai titik pulau Jawa.

Bagaimanakah pandangan VOC terhadap kekalahan ini? Terlebih pandangan Speelman sebagai pemimpin ekspedisi ini? Tentunya mereka sempat meragukan kekalahan itu, bahkan seorang pembawa berita ini sampai dibunuh karena dianggap menyebarkan kabar hoax.

Tetapi semua keraguan ini semakin menunjukkan sebuah kenyataan pahit bagi mereka, ditambah sebuah berita tentang wafatnya sang Raja Mataram, Susuhunan Amangkurat I. Semuanya semakin menghadapkan VOC pada kehampaan, peperangan ini terasa sia-sia, semuanya telah salah langkah.

Pangeran Trunajaya, sang Panembahan Maduretna, telah muncul sebagai pemenang perang yang tidak pernah diduga-duga. Hal terburuk bagi VOC ialah, Pasukan Banten pun mulai terlibat langsung, yakni bergerak menduduki Priangan hingga Cirebon. Sunguh suatu malapetaka besar bagi VOC! Kota Batavia telah dikepung dari berbagai arah, kedudukan VOC benar-benar terancam karena perang dahsyat ini.

Penutup

Peperangan memang tidak berhenti pada titik ini. Di akhir kisah, memang pihak Mataram – VOC lah yang menuai kemenangan akhir, bahkan Pangeran Trunajaya akhirnya berhasil dieksekusi secara kejam pada 2 Januari 1680.

Walaupun kemenangan berhasil dicapai, namun peristiwa ini telah menyadarkan VOC, setidaknya pada awal perang hingga titik jatuhnya Plered sebagai suatu periodisasi percaturan politik serta militer yang terlalu rumit dipahami. Semuanya terjadi begitu saja, tidak dapat diprediksi secara akurat, bagaikan pancingan menuju jebakan kehancuran mahadahsyat yang tidak pernah terbayangkan.

Bagaimana pun, peperangan ini adalah sejarah yang sangat mengerikan bagi VOC, mereka pun mencatatnya dan tidak pernah melupakannya. Sebuah perang mengerikan yang dipimpin oleh Panembahan Maduretna.

Referensi:

Dagh Register 1670-1680

– Graaf, H.J. de. 1987. Runtuhnya Istana Mataram. Terjemahan. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti.

– Jonge, J.K.J. de. 1878. De Opkomst van het Nederlandsche gezag in Oost Indie, Zevende Deel. Gravenhage: Martinus Nijhoff, Amsterdam: Frederik Muller.

– Valentijn, F. 1726. Oud en Nieuw Oost Indies IV: Beschryving van Groot Djava , of te Java Major. Dordrecht & Amsterdam: Met Privilegie.

0 Shares:
Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

You May Also Like